01 September 2011

Kepada kawan yang terlebih dulu berkemas menuju surga


Telah empat tahun, maaf aku ingat kamu kawan ketika kemarin, aku dan kawan kita bertemu untuk saling melunasi rindu.
..

Mudik serupa katamu, adalah momen yang paling menyenangkan bagi kita yang sukses merantau di kota. Terlebih lagi jika menggunakan kendaraan pribadi.
Seperti ketika kau parkirkan motor barumu di teras rumahku yang lusuh,

“Laki-laki itu motornya ya harus begini..” katamu, sembari menepuk roda motor belakang yang berukuran cukup besar sedikit melebihi standar.

Sepasang matamu merona bangga, terlebih aku sebab kau adalah temanku. Kau ceritakan jalan-jalanmu sampai pada tempat yang tak disangka-sangka olehmu, terlebih aku sebab aku begitu mengenalmu.
Tidak kutemui wujud kesombongan, yang ada ketika itu kau mengajakku bergembira menikmati kesuksessanmu. Salut kawan! Aku turut menepuk dada di sampingmu.

“Tak ada pelajaran sekolah yang membantu, hanya keberuntungan yang menaungiku.” katamu. Tapi entah kenapa aku selalu kurang setuju dengan keberuntungan. Yang ada menurutku, hanyalah doa beserta ikhtiar yang tepat, dan kamu sudah melakoni hal itu.

Dan suara motormu garang begitu kau nyalakan dengan sedikit menghentakkan. Aku seperti mendengar ada teriakan yang memaksa mataku untuk menilik dan mengeja wajahmu yang terlihat pasi dan lugu, seperti bayi yang kembali lucu.

Andai saja ketika itu aku fasih mengartikan, atau kamu sanggup berpesan, mungkin saja aku bisa berusaha agar kau tak lebih dulu, meninggalkanku, menuju tempat bernama surga.

*juga diadopsi dari cerita kawan yang lebih dekat dengannya, NS